Sejak kecil, saya selalu bercita-cita untuk mengunjungi taman nasional yang berada di Afrika. Bagi saya, suatu impian sekali untuk melihat secara langsung landscape taman nasional yang berupa savana luas dengan berbagai hewan-hewannya yang hilir mudik. Namun, ternyata kita tidak perlu jauh-jauh ke Afrika lho untuk merasakan suasana tersebut. Adalah taman nasional Baluran yang juga dikenal sebagai sepotong Afrika di Pulau Jawa. Saya pernah mengunjungi kawasan tersebut sebelum akhirnya menjadi destinasi mainstream seperti sekarang ini. Waktu itu, saya dan 3 orang teman sedang melakukan backpacking Jawa-Bali. Ide untuk mengunjungi Baluran pun awalnya tidak direncanakan. Namun, pada suatu siang di bulan Desember itu, saya tidak sengaja melihat gambar taman nasional ini di internet. Saat itu kami penasaran banget, apalagi info tentang taman nasional di ujung Pulau Jawa itu masih sangat minim, jadi makin menambah kesan misterius tempat ini. Setelah melalui perjalanan Jogja-Surabaya, kami akhirnya tiba di terminal pada waktu subuh. Dari sini kami menyewa mobil berikut driver-nya untuk paket ke Baluran, Alas Purwo dan setelahnya diantar ke penyebrangan Ketapang-Gilimanuk. Untuk dua destinasi terakhir, tentunya pak driver sudah tidak asing. Tapi hal sebaliknya terjadi saat kami menyebutkan nama taman nasional tujuan kami itu. Saya bisa melihat kernyitan dahi beliau, dan memang wajar karena nama taman nasional di Kabupaten Banyuwangi ini sangat tidak lazim didengar pada waktu itu. Akhirnya dengan rasa penasaran seperti kami, beliau pun memacu mobilnya ke arah ujung timur provinsi pulau terpadat di Indonesia ini.
Setelah melalui perjalanan jauh, akhirnya kami pun tiba di kota Banyuwangi. Saya yang tertidur nyaris di sepanjang perjalanan, akhirnya harus mulai sibuk mencari info jalan menuju Baluran dari Kota Banyuwangi. Dengan mengikuti petunjuk peta elektronik, karena beberapa orang yang kami jumpai juga nggak paham sama sekali tentang keberadaan tujuan kami, kami pun memberanikan diri untuk perlahan mulai keluar dari batas kota terujung Jawa Timur. Sepanjang perjalanan itu kami banyak berbincang dengan driver kami. Lucunya, beliau sempat mengira tujuan kami adalah untuk pesugihan atau semacamnya, karena rute kami ke tempat-tempat yang nggak lazim pada saat itu (saya pikir-pikir ada benarnya juga sih, kayanya emang jarang juga orang liburan ke hutan-hutan gitu, kan). Menjelang sore hari, kami tiba di gerbang taman nasional yang terdapat sebuah pos penjagaan. Entah karena saking sepinya atau bagaimana, pos tersebut tidak ada orang yang berjaga. Sampai harus menunggu beberapa saat, barulah penjaga pos datang dan meminta kami mengisi buku pengunjung berikut retribusi masuk taman nasional. Saat itu pengunjungnya hanya kami, mungkin juga karena pas weekday pikir saya. Kami yang berencana untuk menginap di sini pun semakin ragu, kira-kira kalau pos penjagaannya saja sepi begitu, apa kabar penginapan kami yang menurut info ranger-nya berupa sebuah pondok, ya? Hmmm...
Secara perlahan, minibus yang kami tumpangi mulai memasuki kawasan taman nasional. Pemandangan awal hanyalah semak-semak yang semakin lama semakin lebat. Kemudian masuklah kami ke area dengan pepohonan rindang dan dinamakan evergreen. Saya tidak paham kenapa dinamakan seperti itu, tapi yang jelas memang hijau semua tumbuhannya. Konon, di evergreen ini kalau beruntung (atau justru nggak beruntung) bisa bertemu dengan macan tutul, lho. Setelah melalui kawasan ini, maka tampaklah area savana yang terkenal itu...ya, inilah yang digadang-gadang sebagai sepotong Afrika di tanah Jawa, atau bahasa bekennya Africa van Java! Kami pun memandang dengan decak kagum...
Savana ini adalah padang rumput seluas mata memandang dengan latar belakang Gunung Baluran. Kalau berkunjung saat musim kemarau, maka rerumputan di sini akan menguning, jadi semakin menambah kesan "Afrika". Namun, kalau sedang musim hujan, warnanya akan menghijau. Ya tinggal dipilih aja, mau yang kuning atau hijau. Selain itu, menurut info dari penjaga lokasi di sini terdapat hewan-hewan seperti rusa dan, yang paling terkenal dan dicari, banteng Jawa. Hewan ini seakan menjadi primadona di sini, bahkan ada tempat khusus untuk memajang tengkorak-tengkorak banteng yang sudah berpindah alam. Sayangnya selama di sana kami tidak menemukan satu ekor hewan pun. Yang ada malah segerombolan monyet usil.
Pantai Bama @ Taman Nasional Baluran
Setelah mengeksplorasi singkat savanah, kami bergerak menuju tempat penginapan kami. Dengan diantar petugas taman, kami dibawa ke lokasi Pantai Bama. Wah, eksklusif banget nih, penginapannya di Afrika dan di tepi laut pula, bayang saya. Tak lama kemudian, sampailah kami di sebuah rumah tua dengan ilalang di sekelilingnya dan juga tampak beberapa sarang laba-laba di beberapa sudut rumah. Yak, inilah tempat kami akan menghabiskan malam pertama dan terakhir di sini! Kami yang membayangkan semacam eco-resort di tepi pantai tentu saja langsung kaget melihatnya. Namun kagetnya nggak bisa lama-lama, karena kita harus kerja bakti membersihkan rumah yang ternyata nggak ada pasokan listrik tersebut. Alamak...bagaimana nasib kita ya?
Baca juga:
Comments
Post a Comment